Ada Pungli terkait Prona di Desa Baharu Utara? Suhasto: KM masih berstatus terlapor
















Kotabaru, Kalsel -
Mendapat laporan masyarakat bahwa telah terjadi pungli dalam penerbitan sertifikat tanah atau Proyek Operasi Nasional Agraria (prona) di Kantor Baharu Utara, Kecamatan Pulau Laut Utara.

Sat Reskrim Polres Kotabaru melakukan pendalaman sampai ke penggeledahan ke Kantor Desa Baharu Utara.

Di sana didapatkan bukti-bukti; catatan, uang yang terindikasi dari warga. Ditambah dokumen-dokumen berupa sertifikat tanah yang belum diserahkan ke warga.

AKBP Suhasto, Kapolres Kotabaru, Rabu (12/07/17) mengatakan,
Prona sudah ada aturannya.
Berdasarkan pasal 15 Permen Agraria dan Tata Ruang. Prona Sudah dibiayai yang bersumber dari Dipa Kementerian Agraria dan Tata Ruang RI.

"Diketahui bersama, dari desember 2016 sampai februari 2017 seharusnya sudah diserahkan ke warga tapi, sampai juli 2017 ini masih ada 4 sertifikat yang belum diserahkan ke warga karena belum "membayar","sebutnya.

Menurutnya, hal itu didapat dari pemeriksaan terhadap 4 orang saksi (warga) sekaligus sebagai korban, dan ada 8 orang saksi  (perangkat desa).

Ia menambahkan, pemerintah desa memang bukan pegawai negeri tapi, merupakan penyelenggara pemerintah
yang dipilih sesuai UU pemerintah.

Jadi, kata Suhasto, terkait ini diterapkan pasal 12 huruf e, UU NO 20 tahun 2001 tentang perubahan UU NO 31 tahun 1999 tentang pemberantahan tindak pidana korupsi.

Ia menyebut, Jumlah korban kurang lebih 70 orang, tapi yang terdata baru 23 orang. Dengan jumlah pembayaran berkisar Rp 250 ribu- Rp 500 ribu per sertifikat.

"Saat ini, KM masih berstatus terlapor,"pungkasnya.

Dikonfirmasi, KM membenarkan, Polisi melakukan penggeledahan di kantornya.

KM menerangkan, Prona (yang jadi persoalan ini) sudah dilaksanakan sebelum ia menjabat Kepala Desa Baharu Utara. Saat itu Desa Baharu Utara di Jabat plt. Kepala Desa, BS yang saat ini menjabat Sekretaris Desa.

"Sosialisasai dan musyawarah dengan masyarakat sudah dilakukan di masanya,"sebutnya.

Dia mengatakan, "saya dilantik pada tanggal 20 Mei 2016. Dan ternyata di desa baharu utara mendapat jatah 75 Prona. Sebagian besar nama-nama dan berkas pemohon sudah diserahkan ke BPN. Hanya sekitar 10 orang yang belum mendaftar.

"Beberapa hari aktif bertugas, 10 sertifikat selesai. Dan diantar ke desa diterima BS tapi dia tidak lapor saya,"ujarnya.

Kemudian menurutnya, BS yang langsung membagikan ke warga tanpa sepengetahuannya kalau ada pungutan bervariasi itu," Rp 100 ribu, Rp 200 ribu, dan bahkan Rp 500 ribu,"sebutnya.

Setelahnya, lanjut KM,
Beberapa hari kemudian seorang perangkat desa melaporkan bahwa sertifikat sudah banyak yang dibagikan kepada masyarakat. 'Saya tanya, kenapa sekdes membagi tanpa lapor ke saya?

Kemudian, perangkat desa itu menyampaikan kepada BS bahwa KM marah karena dia (BS) tidak laporan KM.

Mengetahui KM marah, BS pun meminta maaf kepada KM dan mengakui kesalahannya bahwa dia membagi-bagikan sertifikat kepada masyarakat tanpa laporan.

"Menurut BS pungutan itu sesuai pembicaraan warga melalui RTnya masing-masing sebelumnya,"imbuhnya.

KM mengakui ada menerima uang sekitar Rp 5 juta, "Saya ambil uang itu karena menyangka ini uang resmi karena BS yang menjabat waktu pengurusan Prona itu. Uang yang saya terima itu pun dipakai untuk kegiatan gotong royong di desa,"ungkapnya.

Dikonfirmasi dirumahnya, BS mengatakan, waktu sertifikat diantar ke kantor desa KM memang tidak tahu karena sedang ke luar kota.

"Saya sudah minta maaf kepada KM karena saat sertifikat itu datang, saya pun tidak ada di kantor,"ujarnya.

Menurutnya, sebelum dipungut biaya pengambilan sertifikat terhadap masyarakat itu dia sudah melapor kepada KM tapi saat dia melapor KM tidak ada tanggapan (mengiyakan atau melarang).

Ditambahkannya, warga membayar melalui bendahara,"saya sebagai sekdes tidak mengurusi, saya hanya memegangkan uangnya,"akunya.

Dan diakuinya, warga membayar bervariasi, "ada Rp 500 ribu, Rp 200 ribu, Rp 100 ribu dan bahkan ada yang gratis sesuai kemampuan warga dan terkumpul sekitar Rp. 26 juta.

Menurutnya, adanya pungutan ini mengikuti di masa kepala desa sebelumnya.

"Saya sudah membicarakan kepada KM bahwa waktu kepala desa sebelumnya, prona ini ada di pungut biaya Rp 500 ribu per orang. Waktu itu KM tidak ada tanggapan atau arahan, jadi saya pikir ini mengikuti aturan kepala desa sebelumnya,"pungkasnya.
(Heriansyah)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Ada Pungli terkait Prona di Desa Baharu Utara? Suhasto: KM masih berstatus terlapor"

Posting Komentar