[Editorial] Kotabaru; Pulau Laut Ditambang, Tanahnya Akan Rusak Seperti di Kelumpang?

                    Oleh: Iwan Hardi
              Penanggung Jawab Redaksi
                       sentral14.id


Foto: di ambil sekitar 2 tahun lalu di sekitar wilayah Kelumpang sampai Gunung Batu Besar.

Itu adalah bekas tambang batu bara PT. Arutmin Indonesia. Biasa orang menyebut PT. Arutmin Site Senakin.

Gambar itu sengaja di ambil penulis waktu itu karena ingin menyaksikan dan mengabadikan langsung contoh bekas tambang batu bara.

Orang disana menyebut lubangnya ada 20, dari gunung papua sampai gunung manggis. Warga Desa Geronggang lebih hapal penyebutannya.

1 lubang lebarnya kurang lebih 300 meter, panjangnya 1 km dan kedalamannya 100 meter.

Penulis memang tidak mengkaji secara ilmiah kenapa bekas tambang itu tidak dikembalikan seperti semula?

Kenapa bekas galian yang sudah menjadi seperti danau dan airnya tak dimanfaatkan?

Karena penulis tidak ada anggaran untuk meneliti hal tersebut dan belum ada yang membiayai. Itu saja!

Tapi jangan salah. Meskipun tidak di kaji secara ilmiah atau belum di kaji penulis secara ilmiah namun faktanya bekas tambang batu bara itu sampai saat ini, hingga PT Arutmin Site Senakin tidak beraktivitas lagi disana, bekas tambang yang jumlahnya puluhan itu tidak pernah kembali seperti semula.

Kenapa tidak pernah dikembalikan seperti semula?

Hasil bincang-bincang penulis dengan seorang kawan. Dia menjelaskan, untuk menutup lubang-lubang raksasa itu mengambil tanahnya dari mana?

"Dia malah balik nanya!"

Dilanjutkannya, di bawah tanah itu kan batu baranya yang di gali dan di jual ribuan bahkan jutaan metrik ton. Kalau tanah kupasan atas yang di ambil untuk menutup kembali lubang-lubang raksasa itu, 'mana cukup!

Penulis sepakat dengan perkataan kawan itu.

Bukankah sebelum menambang ada jaminan (uang) reklamasi?
"Ceritanya kalau penambang tidak melakukan reklamasi terhadap bekas tambang, maka uang jaminan reklamasi yang diserahkan ke pemerintah itu lah yang digunakan untuk mereklamasi bekas tambang."

Kawan pun menyahut,"mana buktinya, sampai saat ini faktanya belum ada reklamasi!"

Bagaimana kalau yang terjadi di daerah Kelumpang (masih di daratan Kalimantan) itu terjadi juga di Pulau Laut (pulau yang di dalamnya bagian dari ibu kota Kabupaten Kotabaru)?

Memang diakui kawan, beberapa bulan ini ramai perbincangan warga masyarakat dari warung kopi sampai ke gedung DPRD bahwa di Kotabaru/Pulau Laut sudah ada riak-riak akan di buka pertambangan batu bara.

Kalau pertambangan batu bara benar-benar terjadi di Pulau Laut, Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Tempat tanah kelahiran penulis, tempat kelahiran kakek buyut penulis, veteran pejuang kemerdekaan (terpaksa menyebut kakek buyut), juga tempat kelahiran pian-pian (yang merasa dilahirkan di Kotabaru) ini di tambang maka, tidak menutup kemungkinan kerusakan tanah bercocok tanam, bertani, berladang, pohon durian, pohon langsat dll akan rusak seperti yang terjadi di sekitar wilayah Kelumpang dan Gunung Batu Besar tersebut.

Siapa yang menambang?
Perusahaan mana yang memiliki ijin tambang batu bara di Pulau Laut ini?
Siapa yang mengijinkan?

Kawan nampaknya mengerti tapi enggan menjawab.

Penulis mencoba mencari tahu kepada salah satu pentolan LSM Kotabaru, salah satu pelaku sejarah pergerakan penolakan pertambangan batu bara di Pulau Laut yaitu Hardiyandi, SH atau akrab di sapa Bang Tungku.

Diceritakanlah:
"Sekitar tahun 2002, pergerakan gabungan LSM di Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan meminta kepada pemerintah Daerah, Bupati Kotabaru yang waktu itu di jabat H. Sjachrani Mataja
agar menghentikan kegiatan pertambangaan batu baru di pulau laut baik yang memiliki ijin maupun yang ilegal.

Akhirnya Sjachrani Mataja mengeluarkan Perbub No 30 Tahun 2004 yang inti isinya Pulau Laut bebas dari aktivitas pertambangan karena menurut Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan LSM banyak mudarotnya daripada manfaatnya.

Pada saat itu dapat dilaksanakan penutupan. Bupati Sjahrani Mataja setuju Pulau Laut (Kabupaten Kotabaru) tidak ada pertambangan batu bara.

Namun di ujung kepemimpinannya sekitar tahun 2009 dan dia waktu itu juga mencalonkan diri sebagai Gubernur Kalimantan Selatan. Dia menelisik kembali, mencabut tanpa musyawarah DPRD dan masyarakat. Dia memberikan peluang ijin pertambangan di pulau laut.

Pembuatan AMDALnya pun menurut LSM Anak Kaki Gunung Sebatung (AKGUS) Laskar Pulau Laut, Hardiyandi, SH (Bang Tungku) disinyalir copy paste dari kabupaten lain.

AMDAL kepada 4 perusahaan PT. SILO Group yang beralamat di Jalan Garuda No 19 Kebayoran, Jakarta Pusat itu hasil penelurusan LSM ke alamat tersebut ternyata tidak jelas, didapat dari keterangan pihak perusahaan alat berat yang menempati alamat tersebut.

Dengan dicabutnya Perbub No 30 Tahun 2004 oleh Sjharani Mataja tersebut dilaksanakanlah rapat antara pemerintah daerah bersama DPRD yang diketuai H. Alpidri yang juga dihadiri Kapolres waktu itu yang di jabat AKBP Slamet serta dihadiri LSM.
Rapat waktu itu membahas latar belakang pertambangan Pulau Laut oleh PT. SILO Group dengan perjanjian bahwa PT. SILO Group akan membangun antara lain:

1). Pembangkit listrik 100 MW
2). Pelabuhan 30 ribu ton
3). Jembatan 3 km dari Desa Stagen sampai ke Desa Tarjun
4). Membangun pabrik produksi batu bara setengah jadi.
5). Pembangunan pabrik biji besi
6). Menerima karyawan kurang lebih 3 ribu orang.

Semuanya itu tidak terlaksana (menurut LSM waktu itu semua janji PT. SILO Group itu pepesan kosong).

Setelah sekitar tahun 2010 terjadi lah pergantian kepemimpinan Kotabaru. Bupati Kotabaru di jabat oleh Irhami Ridjani yang pernah juga berjanji turut menolak aktivitas pertambangan di Pulau Laut namun ujung-ujungnya Irhami Ridjani juga terkesan mendukung pertambangan Pulau Laut.

Yang sangat ironis bahwa PT. SILO Group yang diwakili (Hendri dan IDK) mengajak Pemerintah Irhami Ridjani, anggota DPRD dan beberapa Kepala Dinas berkunjung ke China. Semuanya dibiayai oleh perusahaan PT. SILO Group.

Harapan LSM yang diantaranya Hardiyandi (Bang Tungku) kepada penegak hukum KPK untuk melakukan penyelidikan karena diduga ada gratifikasi (korupsi). Kunjungan kesana (China) tidak ada dalam draft rencana kerja pemerintah daerah.
Karena menurutnya sudah banyak Mantan Gubernur dan Mantan Bupati di tangkap KPK atas pelanggaran pemberian ijin "abal-abal" selama menjabat kepala daerah.

Kemudian sekitar tahun 2016 pemerintahan Kotabaru kembali berganti kepemimpinan dari Irhami Ridjani ke H. Sayed Jafar bersama wakilnya, Ir. Burhanuddin.

Pada saat debat akhir pencalonan Bupati sekitar tahun 2015, H. Sayed Jafar dan Ir. Burhanuddin berjanji apabila mereka terpilih menjadi Bupati Kotabaru maka akan menolak aktivitas pertambangan batu bara di Pulau Laut (kabupaten Kotabaru).

Kini mereka sudah terpilih menjadi Bupati Kotabaru tentu, pernyataan yang pernah disampaikan melalui Ir. Burhanuddin dihadapan masyarakat waktu itu, LSM bersama masyarakat menuntut pertanggungjawaban.
LSM AKGUS yang diketuai Hardiyandi alias Bang Tungku bersama masyarakat meminta agar H. Sayed Jafar dan Ir.Burhanuddin menggelar rapat akbar jajak pendapat, membicarakan adanya riak rencana pertambangan di Pulau Laut dengan mengundang antara lain:
Tokoh masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Pemuda, LSM dan masyarakat di 7 Kecamatan antara lain; Pulau Laut Utara, Tengah, Barat, Tanjung Selayar, Kepulauan, Selatan, dan Timur."

Sangat panjang dengar Bang Tungku bercerita. Penulis mengambil inti-intinya saja itu!

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "[Editorial] Kotabaru; Pulau Laut Ditambang, Tanahnya Akan Rusak Seperti di Kelumpang?"

Posting Komentar