Wartawan, M. Yusuf dikenakan UU ITE, M. Yusuf Meninggal Dunia, FPII: Dewan Pers Menjadi Bagian Penista Wartawan.
Kotabaru, Kalsel-
Terkait meninggalnya M. Yusuf, wartawan yang sedang
berperkara di Pengadilan Negeri Kotabaru, Polres Kotabaru menggelar konferensi
pers, Selasa (12/06/18).
Dalam konferensi pers ini, Polres Kotabaru menghadirkan
dokter Arul Rahman, RSUD Kotabaru yang menangani, memeriksa kondisi wartawan,
M. Yusuf sebelum dinyatakan meninggal dunia.
Pada kesempatan itu, AKBP Suhasto, SIK., MH, Kapolres Kotabaru
menanggapi/mengklarifikasi berita/isu yang beredar, salah satu isunya
menyebut bahwa wartawan, M. Yusuf meninggal akibat adanya kekerasan fisik saat
berada/menjalani penahanan di Lembaga Permasyarakatan Kelas II Kotabaru.
(Alm) M. Yusuf dikenakan UU ITE atas laporan PT. MSAM
(Multi Sarana Agro Mandiri), salah satu perusahaan sawit yang beroperasi di
Pulau Laut (kotabaru).
PT. MSAM merasa dirugikan atas beberapa pemberitaan yang dibuat M. Yusuf.
Baca juga:
https://dewanpers.or.id/berita/detail/934/Pernyataan-Pers-Dewan-Pers-terkait-Kasus-Meninggalnya-Muhammad-Yusuf-(Lengkap)
PT. MSAM merasa dirugikan atas beberapa pemberitaan yang dibuat M. Yusuf.
Baca juga:
https://dewanpers.or.id/berita/detail/934/Pernyataan-Pers-Dewan-Pers-terkait-Kasus-Meninggalnya-Muhammad-Yusuf-(Lengkap)
FPII: Dewan Pers Menjadi Bagian Penista WARTAWAN
Atas meninggalnya M Yusuf, Forum Pers Independent Indoneasia (FPII) mengutuk keras kriminalisasi M.Yusuf yang di dalam Penberitaan banyak media, M. Yusuf dipidana akibat rekomendasi Dewan Pers.
"Miris! Tidak menutup kemungkinan, setelah ini ada ratusan Wartawan yang menunggu giliran, baik pembunuhan karakter maupun secara pisik," kata Heryadi, Ketua Deputi Advokasi FPII dalam keterangan resminya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (12/6/2018).
Atas kejadian ini, menurut Heryadi, kematian M. Yusuf bukanlah semata mata dukacita insan pers tapi juga menjadi keprihatinan rakyat Indonesia, mengingat Pers adalah pilar keempat dalam sebuah negara demokrasi seperti Indonesia. Kehidupan dunia pers yang sejauh ini cenderung tidak mendapatkan perlindungan serius dari negara, disinyalir menjadi salah satu penyebab kembali terulangnya peristiwa seperti ini.
"Hampir semua kasus yang menimpa wartawan, dipaksa menjadi pihak yang bersalah dengan diterapkannya KUHP atau UU ITE, bukan UU No 40 tahun 1999 tentang Pers, sementara Dewan Pers lebih memilih posisi aman dengan ikut menghabisi wartawan kritis dan membumihanguskan perusahaan Pers tanpa sedikitpun memberi perlindungan." terang dia.
Sehingga, menurut Heryadi, Dewan pers yang dibentuk berdasarkan pasal 15 UU No 40 tahun 1999, sesungguhnya dimaksudkan untuk mengembangkan kemerdekaan pers, dan bukan sebaliknya, malah jadi badan pembungkam pers.
"Rekomendasi Dewan Pers condong digunakan untuk mengkriminalisasikan wartawan yang kritis tanpa rasa bersalah, tanpa rasa empati, bahkan merasa puas sebagai lembaga super power. Dewan Pers harus mempertanggungjawabkan semua pelanggaran konstitusi dan UU No 40 tahun 1999 yang telah memakan korban insan pers," tegas Heryadi.
Oleh karena itu, FPII memandang kondisi saat ini adalah kondisi darurat di mana kemerdekaan pers dicengkeraman orang yang salah! Yaitu pengurus Dewan Pers yang tidak profesional dan dapat dianggap melanggar konstitusi.
"Oleh karena itu , FPII akan merangkul media yg tidak terverifikasi dan akan memberikan perlindungan hukum," tandas Ketua Advokasi FPII.
(IHA/Tim FPII)
Atas meninggalnya M Yusuf, Forum Pers Independent Indoneasia (FPII) mengutuk keras kriminalisasi M.Yusuf yang di dalam Penberitaan banyak media, M. Yusuf dipidana akibat rekomendasi Dewan Pers.
"Miris! Tidak menutup kemungkinan, setelah ini ada ratusan Wartawan yang menunggu giliran, baik pembunuhan karakter maupun secara pisik," kata Heryadi, Ketua Deputi Advokasi FPII dalam keterangan resminya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (12/6/2018).
Atas kejadian ini, menurut Heryadi, kematian M. Yusuf bukanlah semata mata dukacita insan pers tapi juga menjadi keprihatinan rakyat Indonesia, mengingat Pers adalah pilar keempat dalam sebuah negara demokrasi seperti Indonesia. Kehidupan dunia pers yang sejauh ini cenderung tidak mendapatkan perlindungan serius dari negara, disinyalir menjadi salah satu penyebab kembali terulangnya peristiwa seperti ini.
"Hampir semua kasus yang menimpa wartawan, dipaksa menjadi pihak yang bersalah dengan diterapkannya KUHP atau UU ITE, bukan UU No 40 tahun 1999 tentang Pers, sementara Dewan Pers lebih memilih posisi aman dengan ikut menghabisi wartawan kritis dan membumihanguskan perusahaan Pers tanpa sedikitpun memberi perlindungan." terang dia.
Sehingga, menurut Heryadi, Dewan pers yang dibentuk berdasarkan pasal 15 UU No 40 tahun 1999, sesungguhnya dimaksudkan untuk mengembangkan kemerdekaan pers, dan bukan sebaliknya, malah jadi badan pembungkam pers.
"Rekomendasi Dewan Pers condong digunakan untuk mengkriminalisasikan wartawan yang kritis tanpa rasa bersalah, tanpa rasa empati, bahkan merasa puas sebagai lembaga super power. Dewan Pers harus mempertanggungjawabkan semua pelanggaran konstitusi dan UU No 40 tahun 1999 yang telah memakan korban insan pers," tegas Heryadi.
Oleh karena itu, FPII memandang kondisi saat ini adalah kondisi darurat di mana kemerdekaan pers dicengkeraman orang yang salah! Yaitu pengurus Dewan Pers yang tidak profesional dan dapat dianggap melanggar konstitusi.
"Oleh karena itu , FPII akan merangkul media yg tidak terverifikasi dan akan memberikan perlindungan hukum," tandas Ketua Advokasi FPII.
(IHA/Tim FPII)
0 Response to "Wartawan, M. Yusuf dikenakan UU ITE, M. Yusuf Meninggal Dunia, FPII: Dewan Pers Menjadi Bagian Penista Wartawan."
Posting Komentar