Bahas Persoalan Petani, DPRD Carikan Solusinya.


Kotabaru, Kalsel-
“Yang tidak menanam lagi, kalau sudah masuk dalam darurat pangan maka akan dibantu, bantuan alat untuk membuka lahan. Solusi jangka panjang, Komisi II akan membahas dalam rapat kerja, bagaimana program-program untuk petani.”

Demikian kesimpulan Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD yang membahas terkait persoalan petani, Selasa (25/09/18) tadi.
Salah satu persoalannya, petani (membersihkan) lahan tidak boleh membakar.


RDP DPRD ini dipimpin Wakil Ketua I DPRD, Muhammad Arif.

Gunawan, Kasi Tanaman Pangan dan Holtikultura Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura, dan Peternakan ketika dikonfirmasi mengatakan, Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura siap meminjamkan alat (untuk membersihkan lahan) asal ada permohonan dari petani.

Namun, kata dia, untuk biaya; mobilisasi alat ke lokasi lahan, bahan bakar, dan operatornya ditanggung petani (peminjam alat).

“ Alatnya berupa eksavator. Ada 2 unit. ”Ujarnya.

Dia mengaku sudah melakukan sosialisasi kepada pada petani (gunung dan sawah), petani memang tidak boleh membuka atau membersihkan lahan dengan cara membakar. "Tapi masing ada yang kucing-kucingan.“Pungkasnya.

Herpani, mantan Kepala Desa Geronggang, Kecamatan Kelumpang Tengah yang hadir dalam RDP DPRD ini, menyampaikan aspirasi petani (padi gunung) mengatakan, dengan adanya larangan tidak boleh membuka atau membersihkan lahan dengan cara membakar ini, bagaimana solusinya?” Tanya dia.

Intinya, kata Herpani, harus ada dukungan sarana prasarana atau fasilitas yang diharapkan petani.

Ditanya kondisi petani (Kelumpang Tengah) saat ini?
Herpani mengatakan, kondisinya di sana sudah darurat pangan, sudah tidak bisa apa-apa.

Bagaimana alat-alat pemerintah yang sudah disiapkan membantu patani membuka atau membersihkan lahan. Apakah tidak sampai informasinya?

“Alat-alat itu untuk petani sawah yang banyak, untuk petani gunung tidak ada sama sekali, termasuk pupuk, belum terperhatikan,”katanya.

Menggunakan alat (untuk membuka atau membersihkan lahan) itu kan ada biaya operasionalnya?

“Petani untuk membuka lahan saja pas-pas’an. Kalau mengeluarkan biaya lagi, tidak mampu petani.
Tidak sebanding harga beras yang dihasilkan dengan harga jualnya,”ujarnya.

Bagaiamana kalau berkelompok menggunakan alat itu?

“Kalau berkelompok bisa. Kemudian setelah dibuka atau dibersihkan, subur tidak lahan itu? Kan harus diberi pupuk lagi. Biaya untuk beli pupuk ada tidak?” Katanya.

Sebenarnya, kata  Herpani, petani bertani bukan untuk memperkaya diri, hanya untuk makan, bukan sebagai penghasilan. Itu pun tidak cukup. “Katanya.

“Intinya kami hanya mencari solusi,”ungkap Herpani.

Ada alat yang dipinjamkan untuk petani membuka atau membersihkan lahan, apakah itu bukan solusi?

Menurut Herpani, kalau hanya 1 unit alat untuk 50 orang petani rasanya itu bukan solusi, yang ada nanti hanya  ada kecemburuan. Kecuali 5 unit alat untuk 50 petani, mungkin bisa mencukupi dengan cara bergiliran. Kalau hanya meminjamkan alat tidak bisa.
“Rugi petani,”celetuk petani lain.

Benuasa mengatakan, karena sudah dilarang membakar lahan, petani lahan kering atau petani padi gunung (di Pulau Laut Tengah ) sementara tidak ada yang bertani.
Justru, kata dia, petani padi sawah sangat berhasil di sana.

“Di sana petani lahan kering hanya sebagian kecil, sudah beralih ke padi sawah. Sebagian lagi ada yang menanam sawit dan karet,”terangnya.

(IHA)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Bahas Persoalan Petani, DPRD Carikan Solusinya."

Posting Komentar