[EDITORIAL] Bisik-Bisik Jangan Kontrak Media Belum Terverifikasi; Pemda Jangan Terpengaruh
Ilustrasi foto. Inilah.com
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah, sampai saat ini kita masih diberikan nikmat umur, sehat walafiat.
Salawat serta salam tetap tercurah ke haribaan junjungan kita Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam.
Setiap menjelang awal tahun anggaran bahkan tahun-tahun sebelumnya, ada saja yang mengirimkan link berita ke grup WA daerah. Sebut saja grup WA Diskominfo Kotabaru yang di dalamnya ada sejumlah wartawan, bahkan di media sosial.
Isi link berita yang dikirimkan tak jauh dari seputar UKW, verifikasi media.
Link-link berita media siber yang dikirim itu terkesan menggiring opini agar Pemda jangan bekerja sama dengan media yang belum terverifikasi Dewan Pers.
Memang, di tahun anggaran baru, waktunya untuk memproses berkas-berkas kontrak media dengan pihak Pemda. Di daerah lain pun demikian.
Nah. Saat itulah muncul semacam saling persaingan antar media, mana-mana media yang dikontrak Pemda.
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah, sampai saat ini kita masih diberikan nikmat umur, sehat walafiat.
Salawat serta salam tetap tercurah ke haribaan junjungan kita Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam.
Setiap menjelang awal tahun anggaran bahkan tahun-tahun sebelumnya, ada saja yang mengirimkan link berita ke grup WA daerah. Sebut saja grup WA Diskominfo Kotabaru yang di dalamnya ada sejumlah wartawan, bahkan di media sosial.
Isi link berita yang dikirimkan tak jauh dari seputar UKW, verifikasi media.
Link-link berita media siber yang dikirim itu terkesan menggiring opini agar Pemda jangan bekerja sama dengan media yang belum terverifikasi Dewan Pers.
Memang, di tahun anggaran baru, waktunya untuk memproses berkas-berkas kontrak media dengan pihak Pemda. Di daerah lain pun demikian.
Nah. Saat itulah muncul semacam saling persaingan antar media, mana-mana media yang dikontrak Pemda.
Untuk urusan ini Pemda yang berwenang memutuskan mau kerja sama dengan media mana.
Saat itulah muncul semacam upaya mempengaruhi pihak Pemda seolah-olah menunjukkan (jual kecap.red),"Ini mediaku sudah verifikasi, mediamu sudah terverikasi Dewan Pers apa belum?"
Apakah media yang belum terverifikasi Dewan Pers tidak boleh kerja sama kontrak dengan Pemda?
Mengutip strategi.co.id, Ketua Dewan Pers, Muhammad Nuh menyatakan bahwa Dewan Pers tidak pernah meminta verifikasi media menjadi syarat kerja sama dengan Pemerintah Daerah (Pemda).
Dewan Pers tidak pernah mempermasalahkan media yang belum terfaktual selama media tersebut telah berbadan hukum.
Pernyataan Ketua Dewan Pers itu disampaikannya dalam diskusi di Hotel Rattan Inn, Banjarmasin, pada Kamis, 6 Februari 2020, dalam rangkaian kegiatan Hari Pers Nasional (HPN) di Banjarmasin, yang dihadiri sejumlah pemimpin redaksi media cetak, elektronik, dan siber (online).
M Nuh menepis jika media yang melakukan kerja sama dengan Pemda harus yang terverifikasi oleh Dewan Pers.
“Dewan Pers tidak pernah meminta pemerintah daerah (Pemda) untuk tidak bekerja sama dengan perusahaan media yang belum terfaktual oleh Dewan Pers,” tegas Muhammad Nuh.
Sampai di sini clear dan clean!
Atau kalau belum puas, silakan konfirmasi langsung ke Dewan Pers di Jakarta.
Kemudian persoalan UKW (Uji Kompetensi Wartawan).
Diakui, penulis memang belum UKW. Bukan tidak mau ikut UKW, tapi sampai saat ini di Kabupaten Kotabaru, Kalsel, belum ada organisasi pers yang melaksanakan UKW.
Apakah berita yang ditulis wartawan yang belum UKW itu tidak sesuai dengan kaidah penulisan berita?
Saat itulah muncul semacam upaya mempengaruhi pihak Pemda seolah-olah menunjukkan (jual kecap.red),"Ini mediaku sudah verifikasi, mediamu sudah terverikasi Dewan Pers apa belum?"
Apakah media yang belum terverifikasi Dewan Pers tidak boleh kerja sama kontrak dengan Pemda?
Mengutip strategi.co.id, Ketua Dewan Pers, Muhammad Nuh menyatakan bahwa Dewan Pers tidak pernah meminta verifikasi media menjadi syarat kerja sama dengan Pemerintah Daerah (Pemda).
Dewan Pers tidak pernah mempermasalahkan media yang belum terfaktual selama media tersebut telah berbadan hukum.
Pernyataan Ketua Dewan Pers itu disampaikannya dalam diskusi di Hotel Rattan Inn, Banjarmasin, pada Kamis, 6 Februari 2020, dalam rangkaian kegiatan Hari Pers Nasional (HPN) di Banjarmasin, yang dihadiri sejumlah pemimpin redaksi media cetak, elektronik, dan siber (online).
M Nuh menepis jika media yang melakukan kerja sama dengan Pemda harus yang terverifikasi oleh Dewan Pers.
“Dewan Pers tidak pernah meminta pemerintah daerah (Pemda) untuk tidak bekerja sama dengan perusahaan media yang belum terfaktual oleh Dewan Pers,” tegas Muhammad Nuh.
Sampai di sini clear dan clean!
Atau kalau belum puas, silakan konfirmasi langsung ke Dewan Pers di Jakarta.
Kemudian persoalan UKW (Uji Kompetensi Wartawan).
Diakui, penulis memang belum UKW. Bukan tidak mau ikut UKW, tapi sampai saat ini di Kabupaten Kotabaru, Kalsel, belum ada organisasi pers yang melaksanakan UKW.
Apakah berita yang ditulis wartawan yang belum UKW itu tidak sesuai dengan kaidah penulisan berita?
Kan bukan wartawan yang menilai! Yang kompeten menilai adalah ahli yang ada di Dewan Pers.
Seandainya wartawan salah dalam kaidah penulisan berita dan dipersoalkan orang atau pihak lain, nanti ada ahli Dewan Pers yang menilai, bukan wartawan atau media lain. Etikanya kan begitu?
Kita ambil contoh.
Sebut saja kawan kita (alm) M
Yusuf (mudahan diberi tempat yang layak di sisi-Nya). Bukan bermaksud apa-apa, hanya mengambil contoh kasus.
Kita ketahui bersama saat dia masih aktif sebagai wartawan sampai tahun 2018, dia belum UKW dan media tempat dia bekerja pun belum terverifikasi Dewan Pers.
Lalu apakah yang bersangkutan tidak dianggap Dewan Pers ketika ada permasalahkan terkait tulisannya?
Apakah yang bersangkutan dianggap abal-abal?
Saat itu, ketika M Yusuf tersangkut masalah karena pemberitaannya, pihak yang mempersoalkan isi beritanya itu tetap minta pendapat (penilaian) Dewan Pers. Artinya apa? Dia masih dianggap wartawan.
AJI dalam rilisnya yang membahas terkait HPN tahun 2020 ini pun ada menyebut (alm) M Yusuf sebagai wartawan. Artinya dia dianggap sebagai wartawan.
M Yusuf tetap dianggap wartawan karena dia bekerja di perusahaan media yang berbadan hukum.
Diminta tanggapannya, pada Jumat, 14 Februari 2010, malam, Imi Surya Putra, Direktur Pemberitaan Jurnalisia Online, mengatakan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 tidak mensyaratkan adanya verifikasi media, tapi hanya berbadan hukum Indonesia, makanya Surat Izin Terbit (SIT) untuk media itu dihapus terkecuali yang menggunakan ruang publik seperti Radio & TV.
Menurutnya, tidak ada istilah media abal-abal selama media itu memiliki badan hukum Indonesia, berbentuk perseroan terbatas (PT).
Anggota IJTI Kalsel ini pun mengatakan, istilah abal-abal itu baru bisa dilekatkan kepada wartawan atau jurnalis yang hanya bermodalkan id card pers, tapi tidak membuat berita sebagaimana wartawan atau jurnalis pada umumnya.
(Baca) UU Pers nomor 40 tahun 1999
Bicara wartawan, kita harus objektif, harus sesuai UU Pers Nomor 40 tahun 1999, karena undang-undang ini sebagai dasar hukum tertinggi bagi pers dan wartawan.
Selain itu dalam melaksanakan tugas, wartawan harus sesuai kode etik jurnalistik (KEJ), pedoman pemberitaan media siber, code of conduct media masing-masing.
Menyikapi terkait kerja sama kontrak media ini, hendaknya Pemda objektif dan berpikir jernih. Jangan terpengaruh pernyataan-penyataan atau 'bisik-bisik' (biasanya yang suka bisik-bisik ini iblis) yang menyesatkan.
Bukankah pihak Pemda sudah pernah berkonsultasi ke Dewan Pers terkait kontrak kerja sama media ini?
Dan jawabannya tidak ada larangan kan kerja sama dengan media yang belum terverifikasi?
(IWAN HARDI)
Seandainya wartawan salah dalam kaidah penulisan berita dan dipersoalkan orang atau pihak lain, nanti ada ahli Dewan Pers yang menilai, bukan wartawan atau media lain. Etikanya kan begitu?
Kita ambil contoh.
Sebut saja kawan kita (alm) M
Yusuf (mudahan diberi tempat yang layak di sisi-Nya). Bukan bermaksud apa-apa, hanya mengambil contoh kasus.
Kita ketahui bersama saat dia masih aktif sebagai wartawan sampai tahun 2018, dia belum UKW dan media tempat dia bekerja pun belum terverifikasi Dewan Pers.
Lalu apakah yang bersangkutan tidak dianggap Dewan Pers ketika ada permasalahkan terkait tulisannya?
Apakah yang bersangkutan dianggap abal-abal?
Saat itu, ketika M Yusuf tersangkut masalah karena pemberitaannya, pihak yang mempersoalkan isi beritanya itu tetap minta pendapat (penilaian) Dewan Pers. Artinya apa? Dia masih dianggap wartawan.
AJI dalam rilisnya yang membahas terkait HPN tahun 2020 ini pun ada menyebut (alm) M Yusuf sebagai wartawan. Artinya dia dianggap sebagai wartawan.
M Yusuf tetap dianggap wartawan karena dia bekerja di perusahaan media yang berbadan hukum.
Diminta tanggapannya, pada Jumat, 14 Februari 2010, malam, Imi Surya Putra, Direktur Pemberitaan Jurnalisia Online, mengatakan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 tidak mensyaratkan adanya verifikasi media, tapi hanya berbadan hukum Indonesia, makanya Surat Izin Terbit (SIT) untuk media itu dihapus terkecuali yang menggunakan ruang publik seperti Radio & TV.
Menurutnya, tidak ada istilah media abal-abal selama media itu memiliki badan hukum Indonesia, berbentuk perseroan terbatas (PT).
Anggota IJTI Kalsel ini pun mengatakan, istilah abal-abal itu baru bisa dilekatkan kepada wartawan atau jurnalis yang hanya bermodalkan id card pers, tapi tidak membuat berita sebagaimana wartawan atau jurnalis pada umumnya.
(Baca) UU Pers nomor 40 tahun 1999
Bicara wartawan, kita harus objektif, harus sesuai UU Pers Nomor 40 tahun 1999, karena undang-undang ini sebagai dasar hukum tertinggi bagi pers dan wartawan.
Selain itu dalam melaksanakan tugas, wartawan harus sesuai kode etik jurnalistik (KEJ), pedoman pemberitaan media siber, code of conduct media masing-masing.
Menyikapi terkait kerja sama kontrak media ini, hendaknya Pemda objektif dan berpikir jernih. Jangan terpengaruh pernyataan-penyataan atau 'bisik-bisik' (biasanya yang suka bisik-bisik ini iblis) yang menyesatkan.
Bukankah pihak Pemda sudah pernah berkonsultasi ke Dewan Pers terkait kontrak kerja sama media ini?
Dan jawabannya tidak ada larangan kan kerja sama dengan media yang belum terverifikasi?
(IWAN HARDI)
0 Response to "[EDITORIAL] Bisik-Bisik Jangan Kontrak Media Belum Terverifikasi; Pemda Jangan Terpengaruh"
Posting Komentar