Pledoi Diananta, PH: Tak Ada Tindak Pidana..."Menghukum Dalam Keraguan Adalah Dosa"


Menghukum dalam keraguan adalah dosa.”

Demikian dikatakan Bujino A Salan mengutip perkataan Nabi Muhammad SAW saat menutup pembacaan pembelaan atau pledoi dalam sidang ke-10 Diananta Putra Sumedi, Jurnalis yang diperkarakan dan dibawa ke persidangan, diadili di Pengadilan Negeri (PN) Kotabaru, Senin (27/7/2020).

Di dunia hukum positif atau hukum konvensional di Indonesia, lanjut Bujino, juga dikenal dalam keadaan “In Dubio Pro Reo” yang maksudnya “Jika terjadi keragu-raguan apakah terdakwa salah atau tidak maka sebaiknya diberikan hak menguntungkan bagi terdakwa, yaitu, dibebaskan dari dakwaan”.

“Kiranya Majelis Hakim Yang Mulia akan sependapat dengan kami,” Bujino mengakhiri.

Dalam persidangan, pledoi Diananta Putra Sumedi yang berjudul,”Wartawan Bukanlah Penjahat” dibacakan tujuh Penasehat Hukum (PH); Bujino A Salan, Hafidz Halim, Subhan, Rahmadi, Agus Supiani, Rahmat S Basrindu, dan Djufri Effendi.

Kesimpulan pledoi Diananta disampaikan, dalam persidangan terbukti bahwa Diananta merupakan jurnalis dan karya yang dijadikan pokok perkara adalah karya jurnalistik. Sehingga terdakwa Diananta menyebarkan berita secara hak. Atau Terdakwa berhak menyebarkan karya jurnalistiknya karena Terdakwa dilindungi UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Selanjutnya, unsur kedua yang tidak terpenuhi adalah “menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat”.
Dalam fakta persidangan, JPU tidak bisa membuktikan bahwa berita yang dibuat oleh Terdakwa menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat.

Karena kedua unsur tersebut tidak terpenuhi, kata Tim Penasehat Hukum Diananta, maka tidak ada tindak pidana yang harus dipertanggungjawabkan oleh Terdakwa Diananta Putra Sumedi.

Dilanjutkan PH, sesuai dengan ketentuan Pasal 191 atau 1 KUHAP, yakni, jika dari hasil pemeriksaan di persidangan, kesalahan Terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka Terdakwa harus dibebaskan.
Atau setidak-tidaknya sebagaimana ditentukan Pasal 191 ayat 2 KUHAP menyatakan, jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.

Sebelum sidang ditutup, Ketua Majelis Hakim Meir Elesabeth Batara Randa memberikan kesempatan kepada Diananta jika ada hal-hal yang ingin disampaikannya.

Ada tiga hal yang diungkapkan Diananta yang intinya, “Diananta meminta maaf karena kurang selektif. Tidak akan mengulangi perbuatan dalam produk junalistiknya ke depan. Dan meminta maaf kepada PT Jhonlin Agro Raya maupun masyarakat yang telah keberatan atas pemberitaan yang telah ditulis.”

Sidang ditunda dan akan dilanjutkan, pada Rabu, 29 Juli 2019, dengan agenda tanggapan JPU.

KRONOLOGI KASUS

Diananta atau Nanta ditetapkan sebagai tersangka dan kemudian jadi terdakwa di PN Kotabaru sebab beritanya yang berjudul 'Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel'.

Konten ini diunggah di laman Kumparan, pada 9 November 2019 lalu. Pengadu atas nama Sukirman dari Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan Indonesia.

Sukirman menilai berita itu menimbulkan kebencian karena dianggapnya bermuatan sentimen kesukuan.

Pada saat yang sama masalah ini juga telah dibawa ke Dewan Pers. Diananta dan Sukirman datang ke Sekrerariat Dewan Pers di Jakarta, pada Kamis, 9 Januari 2020 lalu guna menjalani proses klarifikasi.

Dewan Pers kemudian mengeluarkan lembar PPR yang mewajibkan kumparan selaku teradu melayani hak jawab dari pengadu.

PPR diterbitkan Dewan Pers pada 5 Februari 2020. Merujuk kepada UU Nomor 40/1999 tentang penanganan sengketa pers, maka PPR tersebut sudah menyelesaikan semua masalah.

Hak jawab pengadu sebagai kesempatan untuk menjelaskan duduk persoalan versi pengadu sudah diberikan. Media, yaitu Kumparan sudah pula meminta maaf dan menghapus berita yang dipersoalkan.
Namun demikian penyidikan polisi terus berlanjut dengan surat panggilan kedua dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalsel, pada tanggal 25 Februari 2020, hingga penahanan Nanta pada 4 Mei 2020.

Polisi menjeratnya dengan Pasal 28 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang berisikan ancaman hukuman 6 tahun penjara.

Pada 24 Mei penahanan Nanta dipindahkan ke Kotabaru dan dititipkan di Polres Kotabaru hingga persidangan mulai masuk jadwal persidangan sejak 8 Juni 2020.

(IHa/Ril)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pledoi Diananta, PH: Tak Ada Tindak Pidana..."Menghukum Dalam Keraguan Adalah Dosa""

Posting Komentar