Sidang Diananta; Ahli Pers Kamsul Dorong Dewan Pers Cabut Verifikasi Media Tak Tanggung Jawab..Nanta Tuntut Tanggung Jawab Arifin Asydhad..
Istimewa
“Kode etik (11 pasal) yang disahkan pada tanggal 11 Maret Tahun 2006,” sebut Kamsul.
Sidang ke-6 Diananta Putra Sumedi, Pemred (sebelum
diperkarakan.red) banjarhits.id (media yang tergabung dalam program 1001 start up media kumparan.com), masih beragendakan pemeriksaan saksi dari Jaksa
Penuntut Umum (JPU).
Dari tiga orang saksi tersebut, hanya saksi Ahli Pers Kamsul Hasan yang memberikan keterangan kesaksiannya melalui video konferensi
dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kotabaru, Senin (06/07/2020).
Sedangkan Pemred kumparan.com, Arifin Asydhad, Ahli
Bahasa Dr Sabhan, dan Saksi Ahli UU ITE, Teguh Arifiyadi, keterangan saksinya
hanya dibacakan JPU Rizki Pubro Nugroho, sesuai BAP perkara Diananta.
Sidang dipimpin Hakim Ketua, Meir Elesabeth Batara Randa,
didampingi dua Hakim Anggota Masmur Kaban dan Yunus Tahan D Sipahutar.
Saksi Arifin Asydhad dalam keterangan (dalam BAP) yang
dibacakan JPU, mengatakan (termasuk) berita atau artikel dari banjarhits.id, tanpa
proses editing sebelum tayang di kumparan.com. Dan yang bertanggung jawab atas
konten berita yang tayang (publish) adalah tanggung jawab media partner
(banjarhits.id) sesuai perjanjian kerja sama (kumparan.com – banjarhits.id).
Arifin menyatakan pula bahwa banjarhits.id belum berbadan
hukum.
Terkait artikel yang berjudul,”Tanah Dirampas Jhonlin,
Dayak Mengadu ke Polda Kalsel", ditulis banjarhits.id, sudah dihapus dan sudah
disimpan di server dalam bentuk pdf dan dapat dicetak.
Artikel tersebut dihapus karena melanggar kaidah
jurnalistik yang mengandung unsur kebencian berdasarkan agama, ras, suku, antar
golongan.
Dinyatakan pula, artikel tersebut juga sudah dilakukan
proses klarifikasi oleh Dewan Pers sebelum Dewan Pers mengeluarkan Pernyataan, Penilaian,
dan Rekomendasi (PPR).
Sementara, Kamsul Hasan dalam keterangan ahlinya,
mengatakan perusahaan pers harus berbadan hukum (khusus Pers) dalam bentuk PT, yayasan, dan koperasi.
“Apabila media memenuhi kewajiban UU Pers, maka
penyelesaian sengketanya dengan UU Pers itu pula,” jelas Kamsul.
Dijelaskan Kamsul pula pengertian wartawan.
“Wartawan adalah orang yang melakukan kegiatan
jurnalistik secara terus menerus. Wartawan bebas memilih profesi organisasi.
Yang telah diratifikasi Dewan Pers setidaknya ada empat organisasi, yakni, PWI,
AJI , IJTI, Pewarta Foto Indonesia,” beber anggota PWI ini.
Dilanjutkannya, wartawan yang menulis di media sosial,
tidak sedang melakukan tugas jurnalistik.
“Kalau tidak menulis di media berbadan hukum pers maka (wartawan)
tidak sedang melakukan kegiatan jurnalistik, walaupun KTP-nya wartawan,” katanya.
Selanjutnya, terkait kode etik jurnalistik, Kamsul, mengatakan kode etik jurnalistik adalah kewajiban wartawan untuk menaati. Kode
etik banyak; kode etik PWI, AJI, IJTI.
Yang dirujuk adalah kode etik jurnalistik yang disepakati
oleh organisasi profesi kewartawanan dan disahkan oleh Dewan Pers.
“Kode etik (11 pasal) yang disahkan pada tanggal 11 Maret Tahun 2006,” sebut Kamsul.
Terkait tanggung jawab, Kamsul mengatakan hal ini adalah
gejala baru dalam perkembangan Pers di Indonesia belakangan ini.
Ada sejumlah media yang berbadan hukum pers, memenuhi
syarat UU Pers yang seharusnya pertanggungjawabannya ada pada penanggung jawab
media tersebut.
Tetapi sejumlah media itu membuat disclamer (menolak),
melimpahkan tanggung jawab kepada individu penulisnya termasuk yang disebutkan
pada Kumparan.
Terkait hal ini, Kamsul menegaskan, harusnya Dewan Pers
segera menyatakan bahwa media tidak boleh melepaskan tanggung jawab kepada
pihak lain.
“Masih banyak, sampai saat ini masih ada sejumlah media
yang membuat disclaimer bahwa tanggung jawab berada pada si penulisnya.
Pelimpahan tanggung jawab seperti ini hal baru. Harusnya yang bertanggung jawab
adalah baik pihak redaksi maupun bidang lainnya,” katanya.
Tetapi, lanjut Kamsul, dalam penjelasan Pasal 12 UU
Pers, tanggung jawab terkait pidana bisa digunakan UU lain.
Hal ini dikatakan Kamsul merupakan pintu masuk (disclaimer
itu) digunakan UU lain terhadap pers/wartawan.
Sarannya kepada masyarakat pers untuk melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terhadap prasa penjelasan Pasal 12 UU Nomor 40 Tahun 1999/Pers itu.
Sarannya kepada masyarakat pers untuk melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terhadap prasa penjelasan Pasal 12 UU Nomor 40 Tahun 1999/Pers itu.
“Itulah yang terjadi karena si media itu tidak mau repot
melakukan proses jurnalistik. Orang diberikan kesempatan untuk mengupload
(berita) tanpa mematuhi kode etik dan segala macamnya dan tanpa melalui
prosedur kerja jurnalistik. Orang diberikan user, password boleh mengupload dan
dia tanggung jawab sendiri. Kenapa bisa
mengupload sendiri karena pihak redaksi menyatakan dia tidak turut serta
bertanggung jawab pada produk tulisan itu, karena pihak redaksi tidak melakukan
proses jurnalistik. Itu yang terjadi sekarang ini. Saya secara pribadi
mendorong Dewan Pers untuk mengambil langkah-langkah, atau kalau perlu mencabut
status media terverifikasi terhadap media-media yang masih melempar tanggung
jawab dengan disclaimer yang kemudian menyebabkan informasi itu tidak dilakukan
dengan proses jurnalistik yang baik dan benar, kemudian terjadi sengketa dan
sengketanya dibebankan kepada individu penulisnya, keluar dari UU Nomor 40
Tahun 1999/Pers,” demikian papar Kamsul.
Selain itu Kamsul menjelaskan terkait media siber.
Dikatakan Kamsul, tidak semua media siber berbadan hukum
pers dan tidak sesuai dengan UU Pers, maka disebut media siber yang masuk
kategori media sosial, bukan media pers.
“Kalau masuk kategori media sosial maka penyelesaian
terkait sengketanya pasti menggunakan UU di luar UU Pers,” tegas Kamsul.
Hal lainnya, Kamsul mengatakan, ahli pers terkait
sengketa pers bisa dari berbagai pihak.
“Ahli pers bisa saja dari akademisi, asosiasi pers.
Keterangan ahli pers saya ini tidak mewakili Dewan Pers,” ujarnya.
Kemudian, Kamsul mengatakan, Majelis Hakim PN Kotabaru
bisa menghadirkan ahli pers Dewan Pers dan minta keterangan tambahan dari ahli
pers itu.
Terkait perjanjian kerja sama antara kumparan.com dan
banjarhits.id, Kamsul menyesalkan pola pengalihan tanggung jawab.
“Dewan Pers harus melarang sejak awal disclaimer atau
pengalihan tanggung jawab seperti ini. Kalau perlu Dewan Pers mencabut status
verifikasi faktualnya kepada media-media yang melimpahkan tanggung jawabnya
dari tanggung jawab korporasi yang harusnya menjadi tanggung jawab perusahaan
pers menjadi tanggung jawab individu. Tapi disclaimer itu masih tercantum di
sejumlah media,” sebut Kamsul.
Seharusnya, kata Kamsul, sarannya juga ke Dewan Pers,
apabila pengalihan tanggung jawab (seperti perkara Diananta) karena platformnya
berbadan hukum maka platformnya harus kena sanksi sesuai dengan pelanggarannya
karena membantu terjadinya penyiaran berita itu.
“Jadi penyiarannya bisa dikenakan kepada platformnya. Ini
juga salah satu cara untuk menghilangkan disclaimer pada sejumlah media. Kalau
seperti yang sekarang ini yang jadi terdakwa adalah orang yang mengisi
sementara media tidak diturutsertakan dalam perkara ini, ini tidak membuat
jera, tidak membuat disclaimer itu segera dicabut. Jadi saya sarankan terhadap
media juga dikenakan sanksi. Karena dia (kumparan) berbadan hukum pers, terserah
nanti sanksinya apakah menggunakan UU Pers atau pidana,” tegasnya.
Diananta Tuntut Tanggung Jawab Pemred Kumparan
(kiri) Bujino A Salan, Ketua Tim Penasehat Hukum Diananta (kanan).
Usai sidang, Diananta mengaku kecewa karena Pemred Kumparan Arifin Asydhad tak hadir dalam persidangan.
"Jujur terus terang saya sangat kecewa pada saksi Pemred Kumparan yang tak berkenan hadir karena di kasus saya ini harusnya Kumparan juga ikut bertanggung jawab," ungkap Nanta sapaan Diananta.
Pemutusan kerja sama, lanjut Nanta, tak serta merta Kumparan harus lepas tanggung jawab karena PPR Dewan Pers jelas yang bertanggung jawab terkait berita (yang diperkarakan) adalah kumparan.
"Saya sangat menyesalkan kenapa seorang pemimpin redaksi sekelas Arifin Asydhad harus absen dari persidangan yang sangat penting ini.
Jadi saya juga menuntut kepada Arifin Asydhad untuk mau dan bersedia bertanggung jawab atas kasus yang menimpa saya," ucap Nanta.
Lebih jauh dikatakan Nanta, dalam persidangan saksi ahli sudah menjelaskan secara normatif, di situ membuka peluang bahwa kumparan juga bisa dijerat dengan pidana turut serta.
"Artinya di sini jelas tanggung jawab tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada banjarhits saja atau ke saya. Di sini membuka peluang untuk kumparan untuk ikut bertanggung jawab juga karena saksi ahli juga memberikan keterangan bisa turut serta.
Nanti ke depannya apakah saya akan menggugat kumparan atau seperti apa nanti teknisnya akan kita bicarakan dengan penasehat hukum," tandasnya.
Diananta Tuntut Tanggung Jawab Pemred Kumparan
(kiri) Bujino A Salan, Ketua Tim Penasehat Hukum Diananta (kanan).
Usai sidang, Diananta mengaku kecewa karena Pemred Kumparan Arifin Asydhad tak hadir dalam persidangan.
"Jujur terus terang saya sangat kecewa pada saksi Pemred Kumparan yang tak berkenan hadir karena di kasus saya ini harusnya Kumparan juga ikut bertanggung jawab," ungkap Nanta sapaan Diananta.
Pemutusan kerja sama, lanjut Nanta, tak serta merta Kumparan harus lepas tanggung jawab karena PPR Dewan Pers jelas yang bertanggung jawab terkait berita (yang diperkarakan) adalah kumparan.
"Saya sangat menyesalkan kenapa seorang pemimpin redaksi sekelas Arifin Asydhad harus absen dari persidangan yang sangat penting ini.
Jadi saya juga menuntut kepada Arifin Asydhad untuk mau dan bersedia bertanggung jawab atas kasus yang menimpa saya," ucap Nanta.
Lebih jauh dikatakan Nanta, dalam persidangan saksi ahli sudah menjelaskan secara normatif, di situ membuka peluang bahwa kumparan juga bisa dijerat dengan pidana turut serta.
"Artinya di sini jelas tanggung jawab tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada banjarhits saja atau ke saya. Di sini membuka peluang untuk kumparan untuk ikut bertanggung jawab juga karena saksi ahli juga memberikan keterangan bisa turut serta.
Nanti ke depannya apakah saya akan menggugat kumparan atau seperti apa nanti teknisnya akan kita bicarakan dengan penasehat hukum," tandasnya.
Sidang ditunda dan akan dilanjutkan, pada Rabu 8 Juli
2020, besok.
(IWAN)
(IWAN)
0 Response to "Sidang Diananta; Ahli Pers Kamsul Dorong Dewan Pers Cabut Verifikasi Media Tak Tanggung Jawab..Nanta Tuntut Tanggung Jawab Arifin Asydhad.."
Posting Komentar