Terkait Perkara Diananta, Wina: Kumparanlah yang Bertangung Jawab...

Suasana sidang ke-8 Diananta di Pengadilan Negeri Kotabaru.

Kegiatan jurnalistik terdapat di Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang berbunyi, "Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa
yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara,
gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun
dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak,
media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

"Di luar ketentuan itu bukan kegiatan jurnalistik."

Demikian dikatakan Wina Armada Sukardi, Ahli Pers yang ditugaskan Dewan Pers memberikan keterangan ahli saat menjawab pertanyaan Bujino A Salan, Penasehat Hukum Diananta melalui video konferensi dalam persidangan ke-8 Diananta, pada Senin, 13 Juli 2020, di Pengadilan Negeri Kotabaru, Kalsel.

Media siber atau online?
Dikatakan Wina, pers harus berbadan hukum dan ada penanggung jawabnya yang dilaksanakan berdasarkan prinsip dan kaidah jurnalistik.

"Siapa pun yang melakukan kesalahan di bidang redaksional, apakah itu reporternya, penyiarnya, atau redakturnya, maka yang bertanggung jawab adalah penanggung jawab (lembaga pers/perusahaan pers)." kata Wina.

"Oleh karena itu, lembaga pers harus ada penanggung jawabnya," tegas Wina.

Wina lanjut menjelaskan, sistem ini disebut fiktif dan susektif.
Fiktif artinya, walaupun bukan yang membuat (tulisan/artikel) penanggung jawab harus bertanggung jawab.

"Susektif artinya, dilimpahkan dari pelaku kepada penanggung jawab.
Oleh sebab itu kalau ada kasus terkait pidana dalam kaitannya dengan pers maka yang dipanggil dan harus bertanggung jawab adalah penanggung jawabnya bukan reporternya/wartawannya."

Ditanyakan terkait perjanjian antara Kumparan (pihak kesatu) dengan Diananta (pihak kedua)?

Wina mengatakan, di dalam UU Pers adanya perjajian para pihak diperbolehkan.

Dicontohkannya, reporter/wartawan bisa hubungan kerjanya bermacam-macam dengan pihak perusahaan pers (media); wartawan freelance (seseorang yang bekerja tanpa adanya ikatan jangka panjang dengan klien atau orang yang memberikan pekerjaan tersebut), bebas tapi diakui sebagai wartawan dari perusahaan pers (bersangkutan).

Selain itu, kata Wina, ada juga namanya kontributor, koresponden.

“Kontributor bukan karyawan tetap hanya mendapat honorarium dari setiap kali menghasilkan berita, tetapi kegiatan jurnalistiknya diakui oleh perusahaan pers yang menjadikan dia kontributor."

"Dengan demikian, semua yang dilakukan sepanjang itu adalah kegiatan jurnalistik pertanggungjawabannya adalah kepada pihak yang mempekerjakannya, bahkan wartawan-wartawan biasa sebagai karyawan (biasanya ada perjanjian antara perusahaan persnya dengan wartawannya). Jadi adanya perjanjian semacam ini suatu hal yang biasa,” kata Wina.

"Ini adalah perjanjian di bidang keperdataan, sedangkan di bidang kegiatan jurnalistiknya tetap mengacu kepada UU Per," sambung Wina.

Apa tugas fungsi Dewan Pers?

Dewan Pers diatur di dalam Pasal 15, khususnya ayat (2) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Pertama, kata Wina, melindungi kemerdekaan Pers dari campur tangan pihak lain.

“Kemerdekaan pers ini sering disalahartikan, bahwa kemerdekaan pers ini adalah milik eksklusif para wartawan yang tidak bisa diganggu gugat. Padahal, kemerdekaan pers ini adalah milik masyarakat sesuai di dalam pernyataan di Pasal 2 UU Pers mengatakan, ‘Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berdasarkan prinsip-prinsip demokratis, keadilan, dan supermasi hukum.”

Kedua, melakukan perjanjian untuk mengembangkan kehidupan pers; pengkajian, penelitian dan sebagainya;

Ketiga, menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik;

Keempat, memberikan pertimbangan dan menyelesaikan pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers; dan

Kelima, memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatan kualitas kewartawanan.

Apa perbedaan media siber dan media elektronik?

Di dalam prinsip dasar pekerjaan jurnalistik, yakni, melakukan;
Media siber ada dua jenis. Yang melakukan kegiatan jurnalistik dilindungi UU Pers.

Tidak semua media siber dilindungi UU Pers. Kalau tidak berbadan hukum dan tidak ada penanggung jawabnya, tidak dilindungi.

Yang membedakan ada pada salurannya; satu melalui saluran aplikasi, kedua; melalui gelombang magnetik. Gelombang ini masih kendala. Oleh karena itu di dalam media elektronik ada dua yang berlaku;UU Pers dan UU Penyiaran. “Khusus berita berlaku UU Pers, penyiaran dalam hal ini berada di bawah otoritas KPI.”

Pendapat Ahli membaca terkait perjanjian antara pihak Kumparan dan Diananta?

Membaca perjanjian itu Wina mengatakan, perjanjian itu adalah perjanjian keperdataan antara Kumparan dan Diananta sebagai warga negara. Kumparan adalah sebagai perusahaan media.

Kumparan (pihak pertama) sebagai media memiliki platform (tempat.red), menugaskan kepada Diananta (pihak kedua) untuk melakukan kegiatan jurnalistik.

Akibat penugasan itu, Diananta mengunduh hasil (konten liputan/tulisan/berita.red) ke platform Kumparan.

Dalam hal mengunduh konten, Diananta harus persetujuan pihak Kumparan. Diananta tidak mempunyai kebebasan.

Kemudian, Diananta harus melaporkan hasilnya (liputan.red) kepada pihak pertama. Untuk itu Kumparan memberikan honorarium, memberikan sejumlah uang dan fasilitas untuk dipakai Diananta. Bahkan Diananta diberikan identitas antara lain kartu pers (Dinanta diberikan kartu pers Kumparan).
Kartu pers ini menurut Ahli sangat spesifik.
Dengan memberikan kartu pers maka perusahaan pers mengakui bahwa orang yang diberikan kartu pers adalah bagian dari perusahaan pers.

Orang yang diberikan kartu pers ini diakui secara resmi bahwa yang bersangkutan adalah bagian dan bertindak untuk perusahaan yang memberikan kartu pers.

Oleh karena itu, seseorang yang diberikan kartu pers, (dia) melaksanakan kegiatan jurnalistik maka, tanggung jawab terhadap seluruh pekerjaan jurnalistik yang dilakukan oleh yang diberikan kartu pers menjadi tanggung jawab perusahaan pers.

“Saya melihat pihak kedua (Diananta) hanya lah perpanjangan tangan pihak pertama, sehingga Diananta tidak bisa melakukan apa-apa tanpa persetujuan pihak pertama, yaitu Kumparan,” kata Wina.

Dalam membaca perjanjian antara Kumparan dan Diananta, Wina mengatakan tidak melihat satu pasal pun yang melepaskan tanggung jawab pidana jurnalistik kepada pihak pertama dan ditanggung oleh pihak kedua. Bahkan pidana itu hanya terbatas misalnya, terkait alat-alat dan sebagainya.

"Ini adalah pertanggung jawaban perdata bukan pidana," kata Wina.

Bahkan, lanjut Wina, perjanjian itu tidak boleh bertentangan atau melanggar peraturan perundang-undangan yang belaku. "Kalau perundangan-undangan itu di sini terkait kegiatan jurnalistik berarti yang berlaku adalah UU Pers."

Terkait perjanjian (Kumparan dan Diananta) apakah Diananta mempunyai kewenangan membuat konten sendiri?

"Kita harus melihat pengertian konten itu."

Dijelaskan Wina, konten diatur di dalam Pasal 1 ayat (1) (lihat perjanjiannya) berarti informasi dan data, namun tak terbatas pada teks atau tulisan, gambar, kutipan-kutipan, ilustrasi, animasi, video, rekaman, suara, dan musik yang dalam hal ini disediakan pihak kedua (Diananta) kepada pihak pertama (Kumparan). Yang sepenuhnya konten itu diatur oleh pihak pertama.

Berkaitan perjanjian antara terdakwa Diananta dengan Kumparan, apakah banjarhits bertanggung jawab sendiri atau merupakan bagian dari Kumparan?

Wina mengatakan, kalau dilihat dari kerangka perjanjiannya, Diananta sebagai individu hanya pelaksana pihak pertama, Diananta tidak punya kewenangan bahkan diberikan kartu pers oleh pihak pertama yang menunjukkan bekerja kepada pihak pertama.

Di dalam perjanjian ini, pihak pertama sudah menyadari bahwa Diananta bukan lah pihak yang bisa berdiri sendiri karena tidak berbadan hukum, belum memiliki sertifikat kompetensi, tidak ada penanggung jawabnya, sehingga sejak pertama pihak Kumparan menyadari bekerja dengan individu. Konsekuensi dari individu ini pertanggung jawabannya ada di Kumparan.

Kaitan dengan ini, Dianata adalah afiliasi dari Kumparan dan representatif dari Kumparan.

Kumparan sebagai badan hukum, tunduk kepada UU Pers, Kumparan tidak bisa mengelak kewajibannya bahwa Kumparan lah yang bertanggung jawab.

(Terkait perjanjian) pengertian membebaskan tanggung jawab adalah membebaskan tanggung jawab di dalam keperdataan.

Di dalam UU Pers tidak boleh pengalihan tanggung jawab karena yang harus bertanggung jawab adalah penanggung jawab.

Di dalam UU Pers yang bertanggung  jawab termasuk pertanggungjawaban pidana dilimpahkan kepada penanggung jawab, dalam hal ini penanggung jawab adalah Kumparan.

Dari awal Kumparan sudah menyadari bahwa pihak kedua adalah individu, bukan perusahaan pers yang berbadan hukum , bukan intitas yang sama yang sederajat, Diananta adalah individu yang dipekerjakan  yang sejak awal Kumparan sudah menyadari ini (baca: pasal 2 perjanjiannya).

Kumparan lah yang bertanggung jawab terhadap segala akibat yang muncul dari pemberitaan.

Apakah wartawan atau perusahaan pers dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum pidana apabila melanggar kode etik jurnalistik. Kaitannya dengan PPR Dewan Pers No 4 dan No 5?

Pelanggaran kode etik belum tentu pelanggaran hukum. Tapi misalnya berita bohong (hoaks) bisa saja.

Bagaimana UU Pers kaitannya dengan UU ITE?

Menurut Wina ada dua hal yang berbeda, pertama kebebasan berekspresi, kedua kebebasan pers.

Kalau kebebasan berekspresi tidak perlu verifikasi, perimbangan (isi konten.red) langsung unggah, tapi yang berlaku adalah UU ITE.

Sedangakan kebebasan pers, sebelum konten itu diunggah harus memenuhi persyaratan kode etik jurnalistik, berimbang, akurat, verifikasi dan seterusnya, ini berlaku UU Pers.

Wartawan tidak boleh dihalang-halangi dalam melakukan kegiatan jurnalistik

Dalam diskusi-diskusi UU Pers bukan lex spesialis tapi lex prima atau yang diutamakan (UU yang didahulukan dibanding UU lain terkait pers).

Di dalam fakta persidangan, isi berita (tulisan.red) yang diperkarakan sebagian diakui oleh pelapor dan sebagian tidak diakui. Apakah bisa dikategorikan berita bohong atau bagaimana?

Itu otoritas atau kewenangan Dewan Pers  menilai apakah berita itu memenuhi kaidah jurnalistik atau ada sebagian yang melanggar atau sebagian yang tidak, dan apakah ada niat buruk atau tidak?
Dewan Pers yang menentukan. Dan Dewan Pers sudah mengeluarkan PPR (Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi) bahwa diberi kesempatan memberikan hak jawab dan sebagainya.

Apakah berita itu harus selalu sempurna? Tidak!

Karena itu Dewan Pers akan melihat apakah ada pelanggaran kode etik? apakah ada niat buruk?

Pemred juga sebagai pewarta atau wartawan?

Dikatakan Wina, di dalam UU Pers tidak ada lagi istilah pemimpim redaksi. Tak satupun pasal mengenai kedudukan pemimpin redaksi. Yang ada adalah penanggung jawab.

(IHa)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Terkait Perkara Diananta, Wina: Kumparanlah yang Bertangung Jawab..."

Posting Komentar